Kehadiran media sosial benar-benar berkah bagi orang yang menginginkan
pertemanan yang luas. Kebetulan, saya pun adalah tipe orang yang senang
berkenalan dan berhubungan dengan orang banyak. Saya memiliki hampir
semua akun sosial media: Twitter, Line, Wechat, BBM, Foursquare,
Instagram, Google+ sampai Path —semuanya, kecuali Facebook.
Dua
tahun yang lalu, saya memutuskan hubungan dengan Facebook. Dengan gagah
berani, saya meng-klik tombol deactivate account dan belum saya aktivasi
lagi sampai sekarang. Banyak alasan mengapa saya memilih untuk men-deaktivasi akun Facebook saya.
Pada
dasarnya saya merasa sudah cukup membandingkan diri saya dengan orang
lain. Saya merasa sudah cukup mendefinisikan diri saya berdasarkan
berapa banyak orang yang meng-klik tanda ‘like’ atau berkomentar pada
status saya. Dan saya merasa sudah cukup percaya bahwa rumput tetangga
lebih hijau. Saya merasa sudah cukup mengetahui detail hidup orang lain
hanya dalam beberapa kali klik dan membuat saya merasa bahwa rumput
tetangga selalu lebih hijau. Saya merasa cukup memuaskan ego saya.
Walaupun
Facebook mengiklankan diri dengan tagline ‘staying connected’ atau
tetap terhubung, menurut saya itu bukan tentang hubungan dengan makna
yang mendalam. Itu lebih mengenai apa yang saya punya, apa yang
teman-teman saya punya, apa yang sedang mereka lakukan, dan apa saja
pencapaian dalam hidup mereka. Semakin semangat meng-klik halaman,
kadang membuat saya merasa semakin frustrasi.
Dua tahun
meninggalkan Facebook membuat saya menyadari beberapa hal. Mungkin saya
nggak akan mendapatkan ucapan selamat ulang tahun sebanyak dulu, tapi
yang saya dapatkan biasanya benar-benar tulus, karena mereka mengingat
dan peduli kepada saya. Lagipula biasanya orang mengucapkan selamat
ulang tahun di Facebook karena diingatkan oleh Facebook—bukan karena
memang mengetahuinya, bukan pula karena merasa perlu mengetahuinya.
Mungkin saya nggak bisa mengetahui dengan cepat apa yang sedang
happening di lingkaran pertemanan saya—tapi kemudian saya berpikir,
apakah saya benar-benar perlu untuk mengetahuinya? Kebanyakan, sih,
nggak.
Saya juga nggak perlu khawatir ada orang yang men-tag
foto-foto yang nggak saya inginkan untuk menjadi bagian album foto saya.
Kadang ada saatnya, masa lalu tetap berada di masa lalu. Kalau saya
menginginkan foto-foto tersebut, saya masih bisa meminta teman saya
mengirimkannya via email. Tanpa Facebook, saya juga merasa hidup saya
bebas dari drama yang nggak perlu. Walaupun saya nggak terlibat di dalam
percakapan atau komentar mengenai apa pun, tapi hanya dengan melihat
suatu posting bisa memunculkan rasa negatif, menumbuhkan rasa penasaran,
dan kemudian memicu gosip. Singkat kata: capek.
Belum lagi
membuat saya kadang lupa bersyukur dengan hidup yang saya miliki. Tiap
kali lihat posting orang lain (ada yang sedang keliling Eropa, beli
rumah baru, bayi-bayi lucu, lulus sekolah di luar negeri, reuni yang
seru, dan lain-lain yang intinya mengatakan bahwa mereka punya hidup
yang luar biasa), sering kali ada perasaan iri dan cemburu: kenapa hidup
saya nggak seperti mereka?
Jadi, masalahnya bukan di Facebook, tapi di saya. It’s not you, it’s me.
Kenapa
saya nggak menonaktifkan akun media sosial saya yang lain? Mungkin
suatu hari nanti saya akan menonaktifkan semuanya. Tapi saat ini saya
merasa bahwa informasi yang ada di dalam Facebook terlalu berlebihan
untuk saya—sehingga saya membutuhkan jarak dari Facebook.
Bagaimana
dengan Anda? Pernah nggak mempertimbangkan hidup tanpa Facebook atau
media sosial lain? Apakah pernah khawatir mengenai kehidupan sosial
tanpa Facebook? Bertanya-tanya apa saja yang akan kita lewatkan di
Facebook? Mungkin takut menjadi bosan karena tidak terhubung dengan
orang lain? Atau mungkin takut menghabiskan waktu hanya dengan pikiran
Anda sendiri?
Nggak apa-apa kalau Anda nggak buru-buru
menonaktifkan akun Facebook Anda. Nggak apa-apa juga kalau Anda nggak
setuju dengan alasan-alasan saya di atas. Jika Facebook membuat Anda
bahagia dan merasa terhubung dengan orang lain, nggak ada salahnya untuk
tetap berada di sana. Apa pun keputusan Anda, saya yakin pasti benar.
Tapi
satu yang perlu diingat, mungkin untuk media sosial apa pun, bahwa ada
dunia nyata di balik ini semua—yang menunggu untuk dijalani (dan mungkin
dinikmati). Mungkin suatu hari, saya pun akan mengubah keputusan ini
dan kembali mengaktivasi akun Facebook saya. Tapi sampai saat itu
terjadi, saya memutuskan untuk tetap hidup tanpa Facebook.
Bisakah Agan Hidup Tanpa Facebook
Reviewed by Unknown
on
3:45 am
Rating:
No comments:
Post a Comment